Di Antara Arsitek, Seni, dan Politik

    Halo semuanya, perkenalkan nama gue Octavianus Bryan. Teman lama gue biasa manggil gue dengan sebutan "Bryan", tapi untuk orang-orang yang belakangan ini kenal sama gue, kebanyakan dari mereka akan memanggil gue "Octa". Kenapa bisa gitu? Ada cerita di balik semuanya yang pasti akan gue ceritain nanti. Kesibukan gue saat ini berkuliah di salah satu universitas swasta di Jakarta dan mengambil jurusan teknik arsitektur. Kenapa gue mau ambil jurusan ini? Apa karena suka gambar? Jawabannya karena arsitek mengajarkan gue bagaimana cara berpikir yang baik untuk menyelesaikan suatu permasalahan. Ingat ya yang gue mau pelajari di sini adalah "cara berpikir"nya yang menurut gue dapat berperan secara fungsional di berbagai bidang kehidupan. Selain itu, karena gue mencintai seni dan beberapa kali terlibat di dalamnya seperti kompetisi, workshop, dan lain-lain, gue berpikir bahwa adaptasi di jurusan yang terkenal sulit ini bisa berlangsung dengan mudah dan tidak memerlukan waktu lama. Gue ingin mengutip perkataan salah satu penyanyi pria terkenal di Indonesia yang juga merupakan alumni dari jurusan arsitektur, yaitu Tulus, di mana ia pernah mengatakan kalau arsitektur adalah ibu dari segala seni, induk dari seni itu sendiri. Pernyataan beliau yang membuat gue semakin mantap memilih arsitektur dengan mengadopsi idealisme yang beliau punya. 

    Saat gue memilih jurusan ini, jujur gue gak terlalu banyak konsultasi sama keluarga gue. Mereka hanya kasih gue pilihan ini karena merasa cocok sama bakat seni yang gue punya. Selebihnya gue lebih banyak meriset sendiri di internet, seperti arsitektur itu ngapain aja sih? kenapa bisa jadi jurusan kuliah tersulit nomor 1 di dunia saat itu, tokoh ternama yang pernah kuliah arsitektur, cerita pengalaman orang tentang kuliah arsitektur, prospek kerja ke depannya, hingga biaya dan peralatan apa saja yang diperlukan selama belajar di jurusan ini. Kampuspun gue riset dan gue pilih berdasarkan ketidaklolosan gue di SBMPTN dan peringkat beberapa kampus jurusan arsitektur terbaik yang ada di Indonesia. Selain itu kampus yang gue pilih juga masih rasional dari segi waktu tempuh ke rumah gue yang ada di pinggiran metropolitan dan memakan waktu perjalanan sekitar 1,5 jam. Kenapa gue gak kost aja? Kost itu sebenernya pilihan kita sih. Gue merasa fisik gue mampu buat nyetir ataupun berdiri di transjakarta selama itu kalau nanti uda berkuliah di sana. Masalah waktu yang mungkin dipersoalkan temen-temen gue yang rumahnya "jauh" menurut mereka, karena banyak waktu yang terbuang di jalan dibandingkan kost di belakang kampus yang cuma jalan kaki 5 menitpun sampai. Sebenarnya ada 1 hal yang gue belajar, orang tua, om, dan tante gue punya pekerjaan kantor di Jakarta dan tinggal di daerah Tangerang dan sekitarnya, mereka gak pernah terbebani sama hal itu, jalani aja. Dari situ gue berpikir, kalau waktu yang jadi masalahnya, gue siap kerja lebih keras di jurusan ini buat membalas waktu yang mungkin tidak gua gunakan dengan maksimal di perjalanan baik pulang maupun pergi ke kampus. 

    Setelah beberapa waktu, masuklah gue hari pertama di jurusan arsitektur. Seperti tradisi pada umumnya, 3 hari pertama kampus gue masih PMB (Penerimaan Mahasiswa Baru), jadi belum ada kegiatan belajar di situ. Di hari pertama pelajaran, gue sempet kaget sih karena tugas pertama waktu itu gue harus menggambar potongan rumah dengan segala detailnya seperti atap, genteng, balok, gording, ring balok, dan lain-lain. Gue menggambar sebisa gue dengan melihat contoh yang dosen kasih dan gambar temen-temen gue yang mungkin lebih ngerti dari gue saat itu. Jujur gua kaget karena basic ini sama sekali belum gua punya dan gua pelajari sebelumnya, tapi puji Tuhan gue bisa melalui semuanya dengan baik dan ada hal baru yang gua dapatkan hari itu. Beralih sebentar dari itu, gue punya suatu pengalaman yang cukup unik. Kejadian ini dialami sama salah satu anak kelas gue saat itu, di mana kenal dan lihat mukanyapun belum, tapi setelah hari pertama belajar itu, dia langsung chat di grup kelas kalau dia uda gak kuat di jurusan ini dan menjual seluruh alat-alatnya. Dia mau pindah jurusan dan bilang kalo dia bisa depresi kalau terlalu lama di jurusan ini. Menurut gue ini lucu dan unik sih, tapi gue mau bilang kalo kejadian ini gabisa jadi gambaran arsitektur secara keseluruhan kok. Makanya gue bilang, kita harus pintar-pintar memilih sesuatu yang mau kita jalani, riset dan baca-baca dulu seputar jurusan itu, nonton kalau kalian suka nonton tentang cerita orang-orang yang berhasil di jurusan itu, tanya-tanya kalau kalian punya kenalan yang uda berpengalaman, dan satu lagi yang terpenting, konsistensi harus kita latih sejak dini dengan cara apa? Gue menanamkan prinsip untuk menyelesaikan apapun yang uda gua mulai, ya walaupun terdengar mainstream, tapi cara ini bener kok untuk membantu membentuk kita menjadi pribadi yang lebih bertanggung jawab. 

    Di sela-sela waktu kuliah gue, setiap minggu gue masih sempatkan diri untuk rapat ataupun kerja kalau EO gue saat itu lagi ada callingan. Kebetulan sejak SMA, gue membuat sebuah Event Organizer sama beberapa orang temen gue untuk party dan semi-party acara ulang tahun, gathering, dan acara lainnya. Gue terlibat sebagai MC atau pembawa acara di sana, walaupun karena keterbatasan tenaga, kitapun juga saling bantu untuk dekor dan ide dekor, sound, dan segala macam hal teknis lainnya. Awal mula gue menjadi MC ini karena kesenangan gue buat tampil di depan orang banyak, terutama untuk menghibur ya. Hal ini pernah gue lakukan ketika SMA, di mana gue sering tampil untuk kegiatan drama pensi, band, dan stand up comedy. Hal ini membuat gue rindu dan ingin tampil lagi setelah lulus sekolah, salah satu caranya dengan menjadi MC (walaupun gua gak terlalu lucu juga sih hahaha). Selain itu gua mikir bisa dapat tambahan pemasukan juga kan dari EO gua ini, walaupun karena EO kita masih sangat baru, jadi pemasukan berapapun ya tetap disyukuri aja. Kegiatan gue ini sejujurnya sama sekali gak mengganggu waktu kuliah gue sebagai mahasiswa arsitektur, walaupun sejak awal gua uda mewanti-wanti kalau gua akan sangat sibuk dan banyak menghabiskan waktu gue untuk tugas. Tapi setelah waktu berjalan, gue masih bisa kok aktif di organisasi atau kegiatan pengembangan diri yang gua mau. 

    Di kampus gue bukan merupakan mahasiswa yang aktif di kegiatan kampus maupun di kelas. Di awal masuk gua memang uda berencana untuk aktif di organisasi mahasiswa arsitektur di kampus gua. Gua mulai ikut kegiatan kepanitiaan beberapa proker kampus supaya setidaknya kating-kating mengenal gue dan bisa menerima gue di himpunan mahasiswa arsitektur itu pada tahun berikutnya. Jujur gua bukan orang yang banyak tanya (walaupun ini gak baik sih hehe), gua lebih suka cari tau sendiri, kaya misalnya ada suatu hal yang gua gak ngerti, gua lebih suka browsing atau belajar sendiri daripada harus tanya ke orang yang belum gua kenal dekat (kecuali urgent). Hal ini yang buat akhirnya gua malas ikut kegiatan kampus. Berawal dari kegiatan kepanitiaan di semester 1 atau 2. Gue agak malas berpartisipasi karena gue merasa gak dipercaya oleh salah satu kating gue buat mengerjakan tugas yang seharusnya gua kerjakan. Dari situ gue masih berusaha untuk rajin dan menyelesaikan apa yang uda gua mulai dengan baik. Sampai pada akhirnya di wawancara penerimaan anggota himpunan gue daftar satu bidang sama salah satu temen deket gue saat itu. Hasilnya gue gak lolos wawancara dan temen gue lolos. Padahal gue pernah punya impian kalo akan jadi ketua himpunan beberapa tahun mendatang dengan temen gue itu jadi wakil, atau sebaliknya hehe (ini sambil bercanda sih). Sejak saat itu, entah kenapa gue jadi malas ikut kegiatan di kampus dan lebih memilih ikut kegiatan di luar kampus seperti kegiatan relawan, lingkungan, seminar hukum dan korupsi, sampai masuk ke dalam salah satu partai politik dan menjadi salah satu pengurus di sana sampai saat ini. Dari sini awal mula kegiatan politik gue di mulai. 

    Setelah kegiatan pemilu tahun 2019, gue mulai suka nonton dan mengamati politik di Indonesia. Belajar dari tokoh-tokoh idealis yang menurut gue mereka masuk ke politik atas dasar kebenaran sebagai orang, bukan harapan subjektif yang kita semua gabisa rasa. Saat itu, gue tertarik sama salah satu partai politik yang katanya anak muda banget gitu. Gue mulai cari tau tentang partai itu, baca-baca sampai akhirnya gue kontak salah satu anggota dewan dan puji Tuhan dibalas dan diarahkan ke kader Dewan Pimpinan Cabang di daerah gue. Kenapa sih banyak orang gak suka sama politik? politik itu kotorlah, korupsilah, seperti gak ada nilai positif di mata masyarakat. Menurut pengalaman gue membaca, nonton, dan ngobrol tentang politik, ada 2 hal menurut gue yang harus kita punya untuk masuk ke politik, yaitu kecerdasan dan kebenaran. Nilai kebenaran ini yang gak semua politikus punya, sehingga kecerdasanpun seperti sia-sia dan tidak dioptimalkan sesuai kebutuhan orang banyak. 

    Singkat cerita, gue uda masuk ke dalam partai ini dan mulai berkegiatan seperti rapat dan reses. Reses itu kegiatan wajib anggota dewan, di mana setahun 3 atau 4 kali mereka turun ke rakyat untuk mendengar keluhan-keluhan dan aspirasi dari masyarakat. Hari pertama tugas gue kerja sebagai MC dan sedikit dokumentasi. Gue seneng bisa ketemu sama orang-orang baru, masyarakat di daerah gue. Kebanyakan dari mereka orang yang ramah, murah senyum, dan terbuka sama kita. Rasanya bahagia itu sederhana bisa kumpul dan cerita apapun. Di kegiatan ini gua gak menempatkan diri gue sebagai orang yang berada di atas mereka dan harus disegani, gue lebih bersikap hati-hati dan sesopan mungkin sama mereka, karena gue sadar, tugas gue di dalam partai adalah untuk melayani mereka, melayani kepentingan orang banyak dengan kebutuhannya masing-masing. Curhat, mendengar cerita mereka, mendengar silsilah keluarga, kegiatan sehari-hari, keceriaan anak-anak di sana, hingga keharmonisan antar tetangga yang bisa gue rasain dan alami ketika dijamu sama warga di salah satu kelurahan. Saat itu kebetulan juga sedang ada kegiatan pengajian, dan setelah itu dilanjutkan reses dan diakhiri makan bersama. Kebahagiaan yang sangat sederhana yang bisa gue dapatkan, walaupun bukan dengan canda tawa, tapi dengan mendengar dan merasakan. Pengalaman pertama yang luar biasa, terlibat dalam kegiatan keagamaan lain, belajar dari cerita dan pengalaman orang lain, dan ikut merasakan kebahagiaan mereka. Hal ini membuat gue gak mau mengecewakan kebahagiaan mereka dan ingin rasanya gue memberikan kebahagiaan dengan cara yang lain untuk mereka, dalam bentuk apapun. 

(mari kita lanjutkan nanti ya teman-teman pembaca)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sajak untuk Lanang

Sajak tentang Kamu - Ini Kisah Perjalanan Waktu tentang Aku dan Kamu