Postingan

Menampilkan postingan dari Juli, 2021

Banjir

Jalan-jalan mulai berteriak pada ‘kekal’ yang enggan beranjak. Di sudut jalan sambil mengepalkan tangan pada malam yang bimbang, menimang-nimang kekuatan hingga salah-salah dimanfaatkan.   Di suatu sore yang pahit tanpa jingga, kelabu menusuk mata. Dengan nyanyian hujan yang bersemangat merendam kaki hingga terlelap. Dalam lautan hitam yang lepas dan bebas, berayun-ayun dalam kedap, terombang-ambing renjana yang terikat maut dan tipu muslihat.

Aroma Kita

Aku berkicau dengan napasku Semerbak aroma yang tak biasa   Saliva mengikis tumpul jemariku Tak tertahankan mengoyak isinya   Aku mencium aromaku Aroma yang dapat didengar sepasang telinga   Dari kejauhan kau tatap risi Dari sana pula kau bergumam   Aroma ini akan selalu sama Tak perlu rancu dengan wanginya   Sebentar semerbaknyapun hilang Menyapa lembut napasmu Memangku cinta aroma kita

Takdir Alam

Kabut terbenam di balik cahaya, menanti warna yang malu menampakkan dirinya. Matahari perlahan membuka gerbang cakrawala, memanggil burung yang berkicau walau terluka.   Pohon-pohon menggapai langit lewat hembusannya, diterpa angin yang tamak dan buas, tertawa picik di bawah jati yang meranggas.   Akar pohon seketika menjelma ular dimangsa lipan yang tak sadar kekuatannya. Tangisan tanah mewarnai kelamnya interaksi, air mata menetes lewat celah pori.   Alampun merintih pilu, terbenam dalam sakitnya kebingungan seperti sepasang merpati yang tersesat di tempat berbeda dengan polos berkicau merdu ke sana kemari di bawah naungan predator tanpa nyali.   Leluhur hutan tersedak sampai mati. Sesak batang mencium aroma asap tembakau. Rantingpun semakin tak berdaya. Hembusan angin memisahkan keduanya.   Rantingpun pasrah saja, tergeletak jatuh ke atas tanah yang sedang menangis. Seluruh mata menatapnya miris. Napas berhenti daun tak rela ik

Kemana kau, Monik ?

Ponsel ini tak bergeming dalam hening. Suaranya menari-nari di kepala, menelisik ruang-ruang kosong yang lama tak ditempati pemiliknya.   Waktupun tak mau berkompromi, tertawa melihat dosa anaknya sendiri. Anak yang selalu tunduk pada waktu, yang membuang-buang waktu menunggu senja yang tak tiba.   Denyut ponsel itu luruh bersama kenangan yang timpang.   “Kemana kau, Monik ?”   Bunga bakung itu mulai melayu, tak akan sabar menanti kabar darimu.   Walau malam segera berlalu menyambut fajar yang akan hambar, jam dinding tetap mendoakanku, setia mendampingi kesepianku. Menguatkan rasa dari setiap detik yang terlewat agar aku tetap bertahan di jalan setapak.   Jalan yang penuh kejutan hingga aku melihatmu menjemputku di ujung jalan besar sana.

Sajak untuk Lanang

 Teringat sebuah nama yang terisak di balik air mata. Yang berlinang di sepanjang kali tanpa tepi, menunggu pulang orang yang tersayang sambil terhanyut dalam adukan secangkir kopi hangat.   Bunyi hentakan pada cangkir rindu memanggil pulang nama yang resah di perjalanan. Menanti-nanti suara tangisan yang berpesan buat ayah tersayang.   Segera pulang dan baca koran, kebiasaan yang tak mungkin terulang. Bahagia selalu, Lanang – Kami mengenangmu dalam lembar-lembar foto yang telah usang.

Lelah

Separuh jiwa berselimut kabut tanpa suara. Tak berdaya menanti hujan yang tertawa pada rintiknya.   Detak ini terkesiap dalam senyap, dalam detik yang tak henti menghitung mundur.   Bibir matapun saling menyalahkan. Ribut angin mencoba menenangkan. Likat serabut tak peduli kelopaknya saling menyambut walau asap di depan mata.   Hari ini dunia hambar, tak terdengar lantunan merdu penghuni semesta.   Aku ini hanya manusa yang membuang waktu yang tak peduli datangnya angin yang ragu-ragu.

Kelakar Warga Internet

Ceriwisnya membahana hingga pelosok nada, menyambut peristiwa yang kalah paham dengan otaknya. Bumbu-bumbu terka yang menyisip sepatah cerita dan tak suka setiap palang menahannya.   Bilang ini tolak itu, tolak ini bilang itu. Tuntutan adalah tajuk yang dimuliakan, meraung di balik diam yang menyakitkan. Huruf-huruf berbaris seturut syak yang terbit-tenggelam.   Tak ada sempat menjamah surat kabar, hanya larik sajak terngiang yang tertata. Sentimentil yang tabah pada tuannya menerka nyaring di antara gaung-gaung tak bersuara.   Cerucup tutur yang menjelma guruh menikam luruh hati-hati tersakiti. Kadang harus menangis, tapi tak jua dipandang miris. Kadang berdiam diri, namun tertusuk sudut semu tiada henti.   Maunya apa inginnya bagaimana? Puas tidak akan jadi niscaya. Berlarut dalam emosi separuh dengki melihat semesta bernyanyi dari lubuk kecil tak berpenghuni.   Kita bertaruh pada langit yang merdeka dalam penghakiman menuju adi

Hujan

Aku mencintai hujan Hujan yang menjelma kamu Yang menyapu air mataku lewat embun di pinggir jendela Yang menyapaku lewat rintik yang tak pandai bersembunyi Yang membangunkanku lewat gemuruh yang tak bisa dihindari   Kamu adalah hujan Hujan yang membisu di atas awan

Si Komo

Hujan deras sore itu mobil-mobil kompak mengancam waktu. Waktu yang sedang duduk santai menikmati secangkir kopi di teras langit.   Mobil-mobil tidak tahu-menahu soal perkara yang tak terlihat mata besarnya. Bajaj yang ngantuk dan pikun mulai sekarat diguyur se-ember air yang terjun dari Kali Ciliwung.   Bemo dengan mata besarnya coba menjelajah, merayu jalan dengan bodi montoknya. Tak ada jawaban. Jalan sombong itu tak peduli pada rayuan jadulnya.   Terlintas sebuah ekor bergerigi melata di atas halte yang riuh. Si komo berkaki besar tidak sengaja tertidur di depan antrean truk bermuatan pasir. Ia terlelap seperti habis ronda di RT yang baru saja kemalingan motor.   Mulutnya yang besar menghalangi trotoar, trotoar yang menjadi arena perang para (ojek) elit berkostum hijau. Tak tampak ada kaki-kaki yang bahagia menapaki jalan-jalan kecil yang berlubang, aspal yang menuntut di persidangan.   Si Komo marah-marah kepada motor-m

Keinginan Seorang Anak

Tok.. Tok.. Tok.. Suara ketukan pintu kayu yang tak asing di telingaku, membuka bibir mata yang mesra lewat celah cahaya di pinggir jendela.   Baskara sudah tiba di semesta!   “Bangun, sudah jam setengah tujuh.” Tutur nyaring yang seperti angin. Tak tergubris oleh telinga yang menguncup, telinga yang dingin. Malam seakan enggan melahap sisa-sisa lelah yang bergeming di pelupuk mata, yang tak sanggup menyapa cahaya.   Selang tak berapa lama badan bersih jiwa sentosa. Ufuk timur masih setia menyaksikan empat kepala, menunduk menatap layar yang menyala. Tanpa suara.   “Selamat pagi!” Tak ada sepatah kata, hanya hembusan angin, hanya suara cicak yang mencercit, yang malu-malu dan sembunyi di balik jam dinding. Cicak yang selalu baik, yang selalu ramah, yang selalu menjawab salam.   Tak ada tatapan pagi itu. Empat kepala dengan satu tangan sibuk, sepotong roti kupas di tangan yang lain. Meja dan kursi bertatapan, ta

REVIEW ARGENTINA 1-1 COLOMBIA - MESSI DKK LAYAK KE FINAL?

Semifinal kedua Copa America hari ini mempertemukan tim nasional Argentina berhadapan dengan tim nasional Colombia. Pertandingan yang dimenangkan dengan adu penalti ini, berhasil mengesahkan argentina sebagai penantang Brazil di partai final. Formasi yang diterapkan kedua tim adalah 4-3-3 Argentina melawan 4-4-2 Colombia. Messi kembali diplot sebagai penggedor di lini serang bersama Lautaro Martinez dan Nico Gonzales di kiri. Sejak awal pertandingan permainan Argentina memang tidak begitu impresif. Hal ini juga bisa terlihat di pertandingan-pertandingan sebelumnya. Pola permainan yang sudah tidak messi-sentris lagi memang patut diapresiasi, mereka mulai bekerja sebagai tim. Tapi saya sendiri melihat di sini permainan pemain-pemain lain terkesan hanya menunggu pergerakan Messi, tidak percaya diri melepaskan bola, dan terlihat ada keseganan dari pemain lain menyadari kualitas Messi sendiri yang memang jauh di atas mereka. Colombia sendiri menurut saya lebih percaya diri memainkan bola

Sepasang Kata - Sajak Tubuh

Teruntuk mata yang sedang melayu, aku ucapkan terima kasih. Lelah yang tak terkirakan memang. Tapi apa boleh dikata, kita adalah kesatuan yang penuh makna. Kita tak boleh gentar hanya karena pikiran-pikiran manja. Kita dibiasakan untuk menjadi gelegar yang menghantam bumi lewat sambarannya. Yang krits, kreatif, dan tajam mengupas kata hingga inti maknanya. Kita adalah pusat dan utama. Jangan biarkan diri tenggelam dalam lautan lelap yang hanya dinikmati orang-orang 'merdeka'. Yang menjadikan terlelap sebagai realita dalam gelap. Bahagia kita unik dan berbeda. Bertahanlah sampai sajak ini selesai dilukiskan. Bersatulah dengan otak yang masih bertahan karena secangkir kopi yang ditumpahkan. Jangan biarkan kabut tipis menutupi penglihatan kita, hingga buram menemani setiap goresan yang tak menyatu titik-titiknya. Istirahatlah dalam 5 menit gelap yang aku sajikan. Terpejamlah dan nikmatilah bersama otak. Tak perlu jantung ikut campur karena pengaruh kafein. Biarkan mereka meluangka