Kemana kau, Monik ?
Ponsel ini tak bergeming dalam hening.
Suaranya menari-nari di kepala,
menelisik ruang-ruang kosong
yang lama tak ditempati pemiliknya.
Waktupun tak mau berkompromi,
tertawa melihat dosa anaknya sendiri.
Anak yang selalu tunduk pada waktu,
yang membuang-buang waktu
menunggu senja yang tak tiba.
Denyut ponsel itu luruh
bersama kenangan yang timpang.
“Kemana kau, Monik ?”
Bunga bakung itu mulai melayu,
tak akan sabar menanti kabar darimu.
Walau malam segera berlalu
menyambut fajar yang akan hambar,
jam dinding tetap mendoakanku,
setia mendampingi kesepianku.
Menguatkan rasa
dari setiap detik
yang terlewat
agar aku tetap bertahan
di jalan setapak.
Jalan yang penuh kejutan
hingga aku melihatmu menjemputku
di ujung jalan besar sana.
Komentar
Posting Komentar